KAMPUNG UNIK SUKU MATABESI DI BELU



Ditengah perkembangan modernisasi dalam kehidupan masyarakat, tidak serta merta menyurutkan nilai-nilai tradisi kuno atau kebudayaan yang masih dianut masyarakat. Nilai-nilai kebudayaan di Indonesia seperti bergantung pada kekuatan alam, ternyata masih ada seperti yang di lakukan warga suku Matabesi, di kabupaten Belu, Nusa Tengara Timur.

Berada di atas puncak bukit dengan topografi yang berundak-undak di kota Belu, salah satu Kabupaten Di Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Mereka masih mempertahankan kebudayaan lamanya selama berabad-abad. Konon warga suku Matabesi adalah suku tertua di Timor, di mana kehidupan warga di sini masih tergantung pada alam, sama seperti suku Badui di Jawa.

Secara garis besar bentuk rumah adat Matabesi berbentuk kerucut, kadang ada yang berbentuk perahu terbalik. Ditinjau dari sistem struktur dan konstruksinya, rumah adat suku Matabesi memiliki sistem struktur rangka berupa rumah panggung. Bahan penutup atap yang bersifat non struktural menggunakan daun lontar kering. Sebagian besar diambil dari sekitar kampung Matabesi.

Kepercayaannya mereka adalah Animisme, sehingga sampai saat ini Belum ada satu ajaran agama manapun yang menyentuh dan mempengaruhi kehidupan mereka. Jadi jangan heran disetiap rumah warga suku Matabesi ini, masih terdapat mesbah yang diyakini sebagai media pemberi kekuatan untuk kehidupan terutama dari wujud tertinggi, bumi dan air.

Kehidupan bermasyarakat suku Matabesi terbilang cukup harmonis, karena antara anggota suku ini masih ada pertalian satu darah atau kawin mawin dalam kampung.

Anak-anak yang merupakan turunan dari keluarga suku sampai sekarang pun masih Belum mengenyam pendidikan. Semua anak-anak disini kehidupan mereka hanya dididik dengan kehidupan alam, salah satunya adalah beternak sapi paron.

Selain kepercayaan Animisme yang diyakini warga suku Matabesi, kekuatan alam yang memberi kehidupan seperti air, juga diyakini sebagai pemberi kekuatan penyembuh semua jenis penyakit. “Air adalah sumber kehidupan yang harus di jaga dan muliakan”, ujar Laumauk, Kepala Suku Matabesi.

Selama kehidupannya yang berabad-abad, ritual persembahan kurban hewan, selalu dilakukan di dua sumber air yang setiap hari menghidupi mereka. Sehingga tak heran diluar setiap rumah terdapat semacam patung yang terbuat dari tanduk kerbau. Tanduk kerbau merupakan lambang kekuatan suku yang sekaligus merupakan cerminan manusia yang suka bekerja keras.

Meski turunan suku Matabesi hanya sekitar belasan kepala keluarga saja, kepercayaan lain dan larangan-larangan seperti panen hasil bumi, harus dilakukan setelah Matang.