Analisis Suara Perkutut

Analisis Suara Perkutut

Dr. Rusfidra, S. Pt
(Bioacoustician)

Pendahuluan
Kegiatan mendengarkan kicauan burung sudah lama menarik perhatian manusia. Akhir-akhir ini hobbi memelihara burung berkicau semakin diminati banyak orang dengan berbagai alasan, misalnya: sebagai hobbi atau kesenangan menikmati kicau burung yang merdu, menikmati keindahan warna bulu dan postur tubuh yang unik, sebagai bahan pangan, sebagai komoditi perdagangan serta untuk kegiatan penangkaran dan pelestarian. Keadaan tersebut didukung dengan semakin sering diadakannya kontes burung berkicau (burung penyanyi) yang menyediakan hadiah cukup menarik. Hal terakhir ini telah menggugah masyarakat untuk mendapatkan dan memelihara burung berkicau yang disenanginya.
Burung yang memiliki irama, nada dan frekuensi kicauan berulang-ulang dikenal dengan sebutan burung penyanyi atau burung berkicau (Warsito, 1998). Jenis-jenis burung penyanyi yang bernilai tinggi antara lain: burung perkutut, cucak rawa, anis merah, dan murai batu. Memelihara burung perkutut belakangan ini telah menjadi hobbi yang disukai oleh banyak orang. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa dengan mendengarkan kicauan perkutut yang merdu dapat membuat fikiran jadi tenang. Oleh karena itu kicau perkutut agaknya dapat menjadi salah satu terapi suara, terutama bagi penderita stress. Hobiisnyapun makin bertambah dengan berbagai latar belakang ekonomi.
Menurut Soemarjoto dan Rahardjo (2000) salah satu tujuan para hobiis mengikutsertakan burung peliharaannya dalam kontes adalah untuk menguji kualitas suara, mental, gaya dan ketahanan fisik burung. Burung yang berhasil memenangkan kontes biasanya memiliki nilai jual yang tinggi dan keturunannya banyak diminati oleh peternak. Perkutut yang berhasil sebagai juara kontes tingkat nasional dapat berharga sampai ratusan juta rupiah.
Hingar bingar lomba perkutut belakangan ini ternyata tidak diikuti dengan pendidikan dan pengetahuan tentang seni suara burung perkutut yang dilombakan. Akibatnya seringkali terjadi protes dari peserta kontes terhadap keputusan dewan juri. Beberapa faktor penyebabnya adalah: hobiis kurang memahami seni suara perkutut yang bagus dan kurangnya pengarahan dari dewan juri (www.perkutut-online.tk/). Untuk mengurangi terjadinya protes pada saat lomba, Perhimpunan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI) telah merumuskan lima kriteria pokok penilaian suara perkutut, yaitu: suara depan (angkatan), suara tengah (ketukan), suara ujung (kung), irama (lagu) dan air suara (dasar/kualitas suara). Skor maksimal untuk masing-masing kriteria adalah 9 poin, sehingga poin tertinggi yang dapat diraih adalah 45 poin. Lebih rinci pembaca dapat melihat kriteria penilaian perkutut pada artikel “Mengenal Penilaian Perkutut” dan “Sistem Baru Lomba P3SI” pada situs www.perkutut-online.tk/.
Meskipun dewan juri yang terlibat dalam kontes burung perkutut merupakan orang-orang yang sangat memahami suara perkutut, memiliki integritas tinggi dan berpengalaman sebagai juri, namun menurut penulis protes dari peserta kontes mungkin akan terus terjadi. Ada beberapa titik lemah proses penjurian kontes perkutut yang penulis saksikan:
1. Kelima kriteria lomba bersifat kualitatif dan cenderung tidak terukur.
2. Faktor subjektivitas dewan juri relatif tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena perkutut yang berhasil menjadi juara akan memiliki nilai jual yang tinggi dan turunannya menjadi incaran peternak lain.
3. Untuk melakukan penjurian pada 5 kriteria pokok penilaian, dewan juri hanya mengandalkan indera telinga semata, khususnya dalam penilaian kualitas suara. Selain penilaian tidak bisa diulang, perbedaan sensitivitas indera telinga antar dewan juri agaknya merupakan salah satu faktor subjektivitas menjadi tidak terelakkan. Apalagi disaat kontes juri harus mendengarkan ratusan suara perkutut pada waktu hampir bersamaan.
Oleh karena itu, agar lomba perkutut memiliki objektivitas tinggi, terukur, dapat diulangi dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis menyarankan kepada bapak-bapak pengurus P3SI untuk menggunakan software khusus untuk Analisis Suara Perkutut. Analisis tersebut dapat divisualisasikan (diperlihatkan) dalam bentuk grafik (wave form dan spectrogram), sehingga dapat diketahui durasi suara (dalam satuan detik), frekuensi suara (dalam satuan Hz), Amplitudo (dB) dan pola suara perkutut. Metode yang penulis jelaskan barangkali dapat dijadikan sebagai alat bantu dewan juri dalam penentuan perkutut pemenang kontes. Keunggulan metode ini adalah: bersifat audio visual (dapat didengar dan dilihat), dapat diulangi, terukur (objektif) dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Sebagai contoh penulis telah melakukan analisis suara perkutut Susi susanti dan Denpasarmoon yang tersedia di situs www.perkutut-online.tk/. (Gambar 1-4).

Analisis Suara Perkutut
Untuk melakukan analisis suara setidaknya diperlukan urutan pekerjaan sebagai berikut:
1. Merekam suara perkutut ke dalam pita kaset menggunakan rekorder. Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh masing-masing peserta kontes.
2. Melakukan digitalisasi suara menggunakan sound recorder yang tersedia pada beberapa program analisis suara. Saat ini banyak sekali soft ware analisis suara yang tersedia secara komersil, diantaranya WAVELAB 3.03, SYRING 2.1f dan AVISOFT. Dari sini didapatkan file-file suara dalam format .WAV untuk digunakan dalam analisis berikutnya.
3. Visualisasi suara ke bentuk wave form (Gambar 1 dan 2) dan spectrogram (sonogram /audiogram) (Gambar 3 dan 4).
4. Dalam upaya mereduksi suara selain kicau ataupun suara gaduh yang tidak diinginkan (noise) yang terdengar pada saat perekaman berlangsung dapat digunakan program komputer Goldwave versi 4.25 (http://www. goldwave.com). Program ini memiliki fasilitas dan kemampuan untuk mereduksi adanya suara gaduh atau berisik.
5. Interpretasi hasil analisis suara, yakni durasi berkicau (detik), frekuensi kicauan (Hz) dan Amplitudo (dB).
Visualisasi Suara Perkutut
Pola Waveform Suara Perkutut

Wave form merupakan visualisasi suara kicau dalam bentuk grafik. Sumbu X adalah dimensi waktu (detik) dan sumbu Y adalah dimensi frekuensi (kHz). Penampakan waveform bertujuan untuk melihat pola suara perkutut. Visualisasi wave form suara perkutut Susi Susanti (Gambar 1) dan Denpasarmoon (Gambar 2). Susi susanti memiliki enam suku kata, sedangkan Denpasarmoon memiliki delapan suku kata. Dengan memperhatikan Gambar 1 dan 2 maka kita dapat menghitung dengan mudah jumlah suku kata (JSK) dan pola kicauan (suara depan, suara tengah dan suara ujung).
1 2 3 4 5 6


suara depan suara tengah suara ujung

Gambar 1. Pola Waveform Perkutut Susi Susanti



1 2 3 4 5 6 7 8



suara depan suara tengah suara ujung

Gambar 2. Pola Waveform Perkutut Denpasarmoon



Pola Spectrogram Suara Perkutut
Spectrogram suara (sonogram) adalah visualisasi suara kicau secara sekuensial, dimana dimensi horisontal adalah waktu (detik) dan dimensi vertikal adalah frekuensi (kHz). Spectrogram dapat digunakan dalam mempelajari perbedaan antar individu dan antar spesies. Spectrogram juga disebut suara tercetak (voice print). Spectrogram suara perkutut (Susi susanti dan Denpasarmoon) disajikan berturut-turut pada Gambar 3 dan 4. Terlihat bahwa pola spectrogram kedua perkutut hampir sama.

Gambar 3. Spectrogram Suara Susi Susanti


Gambar 4. Spectrogram Kicauan Denpasarmoon

Berdasarkan visualisasi pada Gambar 3 dan 4 maka spectrogram dapat digunakan untuk menghitung jumlah suku kata kicau (JSK). Suku kata kicau (notes) perkutut Susi susanti adalah 6 suku kata (6 notes), sedangkan perkutut Denpasarmoon memiliki 8 JSK.
Penutup
Meskipun pengurus P3SI telah menetapkan 5 kriteria utama dalam penilaian kontes perkutut, menurut hemat penulis, peranan dewan juri dalam penentuan sangat menentukan. Dari beberapa kali kesempatan melihat kontes perkutut, penulis berpendapat bahwa faktor subjektivitas dewan juri masih relatif tinggi. Oleh karena itu penulis menyarankan metode analisis suara perkutut sebagai alat bantu dewan juri dalam penentuan pemenang. Metode analisis suara perkutut memiliki objektivitas tinggi, dapat diulangi, dapat dilihat (visual) dan dapat dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Visualisasi suara perkutut dalam bentuk waveform dapat digunakan untuk melihat pola suara kicau perkutut (suara depan, suara tengah dan suara ujung) dan menghitung jumlah suku kata kicau (JSK). Spectrogram suara dapat digunakan untuk mengetahui frekuensi (tinggi rendahnya) suara perkutut, Amplitudo (keras lemahnya) suara perkutut dan mengetahui durasi berkicau (dalam satuan detik) dalam satu sekuen berkicau.

Darmaga Bogor, 2005

DR. Rusfidra